You Are Visitor Number ::

Sabtu, 02 April 2011

ff - (oneshot) Our Lovely Journey part 2

Diposting oleh Ritzki Wedanthi di 19.35
~ UN ~

UN pertama, Matematika. Dilaksanakan di bawah dinginnya pagi, tanggal 25 April 2011.

Suasana kelas menjadi hening. Guru pengawas dari luar sekolah duduk di bangku guru di depan kelas.

Aku terus membulatkan jawaban dengan penuh keyakinan. Kuhitung dan kubaca dengan teliti. Jia yang iri di sebelahku terganggu dengan senyumku yang terus mengembang setiap kali aku berhasil memecahkan sebuah soal.

Dengan keyakinan teguh di hatiku, aku mengerjakan semuanya. Rumus-rumus cepat yang diajarkan Minhyuk padaku, nasihat-nasihatnya…

Yap! Aku sudah selesai.

Aku menaruh pensilku pelan ke atas meja. Karena sudah tak diperbolehkan untuk pergi ke kamar mandi, aku menyingkirkan kertas jawaban ke samping dan tidur di atas meja.

***Seusai UN Matematika, aku menemui Jinhyeon dan Seonnyeo yang berada di ruang sebelah – karena Minhyuk tak terlihat sedari tadi.

Saat aku menemukan mereka, mereka berdua berjalan dengan lunglai. Mata Seonnyeo sembab dan Jinhyeon seperti kehilangan tenaga.

“Lho? Ada apa dengan kalian?”

Mereka kaget ketika mendengarku bertanya pada mereka sebelum mereka menyadari kedatanganku.

“Eh? Tidak… Seonnyeo kehilangan… hewan peliharaannya tadi pagi. Dia sangat sayang pada hamsternya yang sayangnya tadi malam… mati karena sakit,” jelas Jinhyeon.

Namun entah mengapa, dari nada bicaranya dan senyum Jinhyeon yang agak dipaksakan mencerminkan bahwa ada sesuatu yang salah terjadi hari ini.

Apa ini tentang Minhyuk?

“Minhyuk kemana ya? Dia tak terlihat dari tadi…”

“Entahlah… mungkin dia ke kamar mandi?” jawab Jinhyeon.

“Iya juga ya… Ah, aku mau ke kantin dulu. Kalian mau ikut tidak?”

“Ah, mianhae Eunjo, aku dan Seonnyeo langsung pulang. Seonnyeo ada urusan keluarga, begitu pula aku. Saudaraku menikah setelah ini. Mianhae, Eunjo…”

“Ooo… Tak apa, chukaeyo! Aku ikut senang,” jawabku.

“Ye… Aku pulang dulu, Eunjo. Annyeong…”

“Ne…” Aku pun berjalan ke kantin sendirian.

***
Begitu seterusnya sampai UN terakhir, IPA, tanggal 28 April 2011. Minhyuk selalu tak terlihat. Baru kutahu saat aku tanya pada Jonghyun selepasnya di kantin sekolah sebelum aku pulang.

“Jonghyun, Minhyuk kemana, ya?”

“Lho? Kau baru tahu kalau dia tak masuk terus saat UN?”

Perutku mendadak mulas. “Mworago? Minhyuk… tak masuk selama UN?”

“Iya. Aku belum tahu sampai sekarang apa penyebabnya. Aku tahu dia dekat denganmu, wajar saja kalau kau mencarinya. Aku duluan, Eunjo…”

“Ye…”

Minhyuk… tak masuk selama UN?

Pabbo ya, Eunjo. Mengapa tak mencari tahu perihal Minhyuk sebelum UN?

Saat aku ingin pergi dari kantin menuju ke gerbang sekolah, Jinhyeon dan Seonnyeo menjelang di depan mataku.

“Annyeong, Eunjo…” sapa Seonnyeo.

“Ne, annyeong! Aduh, kemana saja kalian? Selama UN kemarin jarang sekali menemuiku, selalu langsung pulang…”

“Eunjo… Aku dan Seonnyeo ingin mengajakmu ke satu tempat. Lebih baik kita pergi sekarang, yuk!” ajak Jinhyeon sambil menarik tanganku.

“Eh? Kemana?”

“Ke satu tempat. Sudah, tenang saja…” tahu-tahu kami sudah sampai di depan mobil Daewoo milik Jinhyeon.

“Masuklah,” ujar Jinhyeon.

“Ah, kau dulu… Kau ‘kan yang punya…”

“Tidak, tidak apa-apa.” Jinhyeon mempersilakanku duduk sambil membukakan pintu untukku.

Aku masuk ke dalam mobilnya dengan canggung. Jinhyeon dan Seonnyeo menyusul masuk.

***
Beberapa saat kemudian, kami tiba di sebuah tempat. Gedung putih megah menjulang tinggi dengan jendela-jendela manis yang menghiasi setiap lantainya.

Perkantoran? Bukan.

Hotel? Bukan.

Rumah Sakit Ginjal.

Perutku semakin mulas. Jinhyeon dan Seonnyeo lebih dulu keluar dari mobil, kemudian membukakan pintu untukku.

“Eunjo-ya, keluarlah. Ini bukan sesuatu yang mengerikan,” ujar Jinhyeon lirih walau tersungging seulas senyum di wajahnya. Seonnyeo menepukkan tangannya di bahuku dan menatap dengan tatapan semua-akan-baik-baik-saja.

Dengan perasaan yang tak menentu, aku mengikuti mereka yang kini menggandeng tangan kiri dan kananku menuju ke dalam rumah sakit.

Tak hanya sampai depan. Mereka membawaku ke dalam lift dan naik sampai ke lantai 2. Kemudian, mereka mengajakku menuju sebuah kamar perawatan khusus.

Saat aku masuk ke dalam kamar itu, terlihat beberapa mesin-mesin besar – yang kutahu untuk proses hemodialisa atau cuci darah, Seonnyeo yang memberitahuku – dan ranjang-ranjang di samping mesin dialisis, dimana orang-orang penderita gagal ginjal terbaring.

Aku terdiam di pintu masuk. Jinhyeon dan Seonnyeo menarikku untuk lebih jauh ke dalam.

“Lepas dulu alas kakimu, lekas ke dalam,” ujar Seonnyeo.

Aku melepas alas kakiku perlahan dan menebar pandangan ke sekeliling. Pasien disini sepertinya benar-benar butuh perawatan khusus sehingga yang dirawat di kamar ini sedikit sekali.

Namun wajah mereka yang pucat dan agak kusam membuatku agak takut dan cemas.

“Eunjo-ya, pakai ini dulu dan cuci tanganmu,” Jinhyeon menghampiriku sambil membawakanku pakaian untuk penjenguk – entah apa namanya itu – dan menuntunku ke wastafel.

“Ah, ne… Gomapta, Jinhyeon-ah…” Kemudian, aku mencuci tanganku dan memakai pakaian khusus tadi. Kulihat Jinhyeon dan Seonnyeo juga sudah memakainya.

Setelah aku selesai memakai baju khusus, Jinhyeon menarik tanganku ke sebuah kasur paling ujung. Kulihat seseorang yang kukenal terbaring di sana, menatapku lemah dengan seulas senyum manis yang khas.

Minhyuk.

Aku menutup mulutku dengan tangan. Hatiku trenyuh melihatnya harus bertemankan mesin hemodialisa setiap malam.

Aku tak ingin menangis, namun air mataku dengan sendirinya mengalir. Aku mengangkat tanganku, dan berkata tersendat-sendat,

“A… annyeong, Minhyuk-ah…”

Ia menjawab dengan suara parau, “Ne… annyeong Eunjo-ya. UN-mu bagaimana? Semua berjalan dengan lancar?”

Aku berjalan lebih dekat ke arahnya, dan akhirnya terduduk di samping ranjangnya.

Tiba-tiba, “Ah! Aku baru ingat,” ujarnya. Ia bangkit perlahan, meminta seorang suster yang lewat mencabut selang dari dializer-nya.

“Minhyuk! Mwo haneun geoya?!” bisikku cemas saat selang-selang Minhyuk dilepas satu-persatu.

Ia beranjak turun dari kasurnya, dan memegang tanganku. “Ayo, kita ke taman. Aku bosan disini terus. Selama UN ‘kan, aku disini saja,” ujar Minhyuk.

Aku yang mendengarnya merasa bersalah, karena tak mengetahui kondisinya selama ini. Ia membuka sebuah kursi roda di sampingnya, dan duduk di atas kursi roda itu. Ia menatapku dengan pandangan memohon.

Kemudian, Seonnyeo berkata padaku, “Eunjo, kami pulang dulu. Rawat Minhyuk baik-baik, ya…” ujarnya. Aku mengangguk pada mereka. “Terimakasih, ya…” Mereka balas menunduk dan melambaikan tangan padaku dan Minhyuk.

Aku meraih pegangan belakang kursi roda itu, dan bertanya padanya. “Kau… mau kemana?”

“Kita akan ke taman yang berada di lantai 2. Mianhae, Eunjo-ya… Aku berat, ya?” candanya.

Aku tersenyum kecil.

***

source : ffindo.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

 

RITZKI WEDANTHI II Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | Angry Birds Merchandise